

Kutatap ia lamat-lamat dengan wajah sedikit memelas agar memberiku kesempatan untuk dapat sedikit lebih lama dipelukannya. Setelah sempurna matahari terbenam ia berbisik,Ījakan itu sontak membuat diriku segera beranjak dari nyaman pelukannya. Akupun menyandarkan kepalaku ke bahunya, ia pun memeluk dan mengecup ubun-ubunku. Tangannya meraih tanganku dan menggenggamnya dengan erat. Terkadang kami tertawa, tertunduk malu dan tak jarang mataku berkaca-kaca mengingat semua lembaran-lembaran kisah suka duka yang kami telah tuliskan bersama.ĭi saat sang mentari siap menghujam horizon, Bambang menggeser kursinya ke sampingku untuk menatap sunset. Sedangkan Bambang berusah agar tetap stay cool di hadapanku dan tampak jelas dari pancaran matanya rasa suka yang ia sembunyikan dari diriku.

Mukaku memerah setiap kali bertemu dengannya dan diriku selalu salah tingkah jika dekat dengannya. Momen-momen ketika kami pernah saling suka tetapi tak pernah mengukap rasa, sering berjumpa tetapi malu-malu bertegur sapa. Kami menikmati makan malam sambil bernostalgia akan masa-masa remaja saat di SMA. Tak lama kemudian dua porsi kwetiau seafood dan segelas air nyok mude’ (kelapa muda) ukuran jumbo pun datang. Sehingga tak sedikit mata-mata cemburu melihat kemesraan kami bergumam lirih, Dibalut cahaya jingga lampu meja nuansa romantis di atas meja tersebut semakin bertambah. Meja makan yang berbentuk bundar itu dihiasi dengan setangkai mawar merah yang diletakkan dalam sebuah vas ramping berwarna putih. Ia mendisain meja makan kami dengan suasana romantis ala anak remaja zaman old. Ia tak pernah lupa hari pernikahan kami, karena di restoran inilah kami mengadakan resepsi pernikahan. Aku dan suamiku, Bambang, duduk di tempat favorit kami yang telah dipersiapkan oleh Koko sebelumnya untuk kami berdua.

Restoran makanan China ‘Ko-Ko’, sesuai dengan nama panggilan pemilik restoran ini. Sore itu, di tempat yang sama seperti dua puluh tahun silam. Dipublikasikan oleh tabassam ibadah pada ApApril 8, 2020
